Minggu, 28 September 2014

Tidurmu Marahku

Pagi ini rupanya kabut tengah menyelimuti tetanggaku. Ada apa gerangan? Aku tak tahu andai dia tak cerita. Namun tangisnya yang tiada henti membuatku susah payah menghentikan air matanya yang terus mengalir. Kuajak menarik napas dalam-dalam, dan perlahan dikeluarkan, agar segala sesak di dadanya perlahan sirna.

Ternyata benar…..perlahan air matanya mulai surut, diapun mencoba menceritakan sebab musabab kegundahan hatinya. Dan inilah ceritanya………

Semalam suamiku minta jatah, akupun menyetujuinya. Namun anakku masih sibuk melihat acara tv kegemarannya. Berbagai cara dilakukan suamiku, tapi susah juga menidurkan anak yang siang tadi tertidur pulas. Aku tak mau menyia-nyiakan waktu. Banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan. Ketika suamiku tengah menidurkan anakku, aku tengah asyik menyelesaikan pekerjaanku.

Saat jam setengah sebelas malam, suamiku mendekatiku.

“Masih lama? Berapa jam lagi?”

“Tidak sampai satu jam, setengah jam selesai.”

“Baiklah.”

Akupun menepati janjiku. Tepat jam sebelas malam kubereskan pekerjaanku. Aku bergegas mendekati suamiku. Rupanya anakku terbangun gara-gara nyamuk menggigit kakinya. Rasa gatal itu kian menjadi, hingga ia terus menggaruk kakinya. Kulihat mata anakku makin berbinar, itu tandanya rasa kantuknya telah hilang. Aku gusar.

“Wah…bangun nih, alamat lama lagi menidurkannya.”

Tanpa kuduga suamiku langsung marah.

“Sudah tidur dari tadi, wajar saja kalau sekarang bangun!”

Kulihat ada amarah yang terpancar di wajah suamiku. Setelahnya ia tampak tertidur. Namun demi membuat anakku tertidur kembali, akupun ikut tidur, berharap setelah anakku tidur akupun bisa melayani suamiku.

Aku tak pernah menyangka bila tidurku pulas sekali. Bahkan kesadaranku seolah hilang, dibangunkanpun susah. Yang kutahu jam di dinding sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Aku melihat suamiku sudah pindah tempat tidur dan menutup rapat-rapat tubuhnya dengan selimut.

“Astaghfirullah….sungguh aku tak menyadarinya.!

Aku sungguh tak bisa tidur setelahnya, mengingat amarah suamiku karena tak kuberi jatah. Bahkan hingga menjelang shubuhpun, gelagatnya aneh. Aku sadar akulah yang salah. Sungguh tak menyangka bila tidurku terlalu pulas dan sulit dibangunkan. Bahkan di pagi hari ia sama sekali tidak mau melakukan aktifitas seperti biasanya. Berlama-lama didalam kamar mandi, berusaha menghindar dari tatapanku, dan sepagi itu dia berangkat ke kantor tanpa pamit, sungguh hal yang terasa ganjal.

“Laki-laki yang tidak segera diberi jatah oleh istrinya sewaktu ia meminta, itu akan terasa sakit sekali, melebihi sakitnya terkena goresan pisau”, itu kata suamiku tempo hari.

Aku sadar itu, namun aku sangat menyesal mengapa tadi malam rasa kantukku berlebihan hingga susah dibangunkan. Dan sampai detik ini rasa bersalah itu terus menghantuiku. Tak henti-hentinya aku memohon ampun kepada Allah atas rasa bersalah yang teramat besar  ini. Aku hanya bisa pasrah, seandainya terjadi sesuatu karena kesalahanku, akupun harus siap menerimanya sebagai hukuman atas perbuatanmu. Namun aku masih berharap Allah akan membukakan pintu maaf dan pintu sabar untuk suamiku. Karena kuyakin Allah pasti memberikan jalan yang terbaik buatku.

Sungguh air mataku susah kubendung, mengingat kejadian semalam, bahkan mengingat kesalahan terbesar yang kulakukan pada suamiku. Apalagi menjadi wanita yang diabaikan, pastinya membuat hatiku nelangsa berkepanjangan. Namun aku tak mau anakku ikut sedih melihatku menangis, yang justru akan memperkeruh keadaan. Makanya lebih baik aku datang kemari, mengeluarkan segala keluh kesahku, karena aku yakin mbak punya banyak pengalaman tentang ini………


Hmm….mak, akupun ikut sedih mendengar penuturan tetanggaku. Namun aku berusaha menjadi pendengar  dan sahabat yang baik baginya. Memang urusan “jatah” adalah kewajiban istri. Sungguh berdosa seorang istri yang lalai melayani suaminya. Tapi bila tanpa sengaja istri tertidur pulas, bukan karena disengaja, apakah berdosa? Apalagi suami mendiamkan istri setelahnya, dan membuat hati istrinya terluka hingga menangis tak henti-hentinya, apakah suami tak berdosa melukai perasaan istrinya. Wallahu’alam….semoga Allah memudahkan jalan mereka. Bagaimana mak? Sobat? Adakah yang tahu solusi pemecahannya?

2 komentar:

  1. Subahanllah ya mak tugas seorang wanita..melayani anak dan suami. Belum lg tugasnya di masyarakat. Sy rasanya berkaca pd diri. Sesibuk apapun di luar prioritas kita pasti anak dan suami agar mereka bisa bekerja dan bertumbuh dg baik
    Mgk istri bisa minta maaf biar marah suami tak berkepanjangan. Pasti klo dijelaskan suami mengerti. Dan lain kali kalau anak sdh istirahat , segera tunaikan hak suami.wallahualam.

    BalasHapus