Selasa, 28 Oktober 2014

Bersaing di Sekolah

Mak….berbicara tentang pendidikan rasanya tiada habisnya. Pro kontrapun kadang bergulir hebat dikalangan orang tua murid. Kurikulum pendidikan yang berubah-rubah, materi pelajaran yang semakin sulit, seolah membuat mereka  merasa khawatir akan nasib anaknya.

Gambarnya miring xixixi

Ada yang merasa tak nyaman bila anaknya bersekolah di sekolah umum, sehingga mereka memilih sekolah favorit dengan biaya mahal. Ada yang santai-santai saja memasukkan anaknya ke sekolah umum, bahkan ada yang memutuskan homeschooling bagi pendidikan anaknya. Saya rasa semua kembali kepada pribadi masing-masing, kita tak harus menjudge salah satu pilihan. Selama anak nyaman di sekolah, tak perlu dipersoalkan kembali.

Beberapa waktu lalu sempat mencuat kasus 4 x 6 = 6 x 4. Bahkan kasus serupapun sempat terjadi dimana-mana, sehingga banyak yang menganggap kurikulum 2013 sebagai kurikulum yang memaksa anak-anak belajar melampaui kemampuannya.

Mengapa kasus demikian bisa terjadi? Kalau boleh saya berpendapat, hal itu dikarenakan kurangnya oknum guru memberikan pemahaman kepada murid-muridnya, terutama tentang materi yang disampaikan. Memang sebelum kurikulum 2013 diterapkan pada sebuah sekolah, hendaknya sekolah beserta segenap jajarannya harus meninjau apakah semua sarana prasarananya sudah memadai untuk diterapkan kurikulum baru? Bagaimana dengan tenaga pendidiknya? Murid-muridnya? Fasilitas penunjangnya?

Semua itu harus disiapkan secara matang, agar semuanya siap dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Dulu, karena ketidaktahuan saya mak, sayapun menganggap bahwa kurikulum 2013 jauh lebih susah dibanding kurikulum sebelumnya.

Ternyata berbanding terbalik dengan apa yang saya simpulkan. Kebetulan guru kelas Fawaz adalah guru baru yang bener-bener masih fresh, sehingga dia bisa menjadi guru yang baik bagi anak didiknya. Cara menjelaskannyapun rinci, bahkan bagi murid yang belum mengerti, dia tak segan untuk mengulanginya lagi. Dari sinilah akhirnya timbul semangat murid-murid untuk bersaing.

Sayapun takjub dengan perkembangan Fawaz dan teman-temannya. Mereka berlomba-lomba mengumpulkan poin, karena kurikulum 2013 ini lebih menekankan keberanian murid untuk berargumen, mandiri dan tidak takut salah. Setiap tugas atau  pertanyaan yang dilontarkan pasti mendapatkan poin bila dijawab dengan benar, sehingga merekapun makin bersemangat ke sekolah.
Demikian dengan Fawaz. Suatu hari badannya panas karena flu, semalaman ia merengek, namun keesokan harinya ia tetap ngotot masuk sekolah dengan alasan takut tidak dapat poin.  Selain itu untuk mata pelajaran di sekolah, tanpa saya jelaskan ulang di rumah, Fawaz sudah mengerti dan menjawab soal-soal dengan benar.


Jadi, mari kita ambil sisi positif dari kurikulum 2013 ini. Tidak semua yang diterapkan dalam kurikulum ini memberatkan muridnya, bahkan makin membuat murid-murid bersaing mendapatkan poin di sekolah. Itu artinya anak-anak bersaing untuk maju. Yah, semua itu harus ada kesadaran dari masing-masing komponen. Guru hendaknya harus mempunyai tanggung jawab penuh terhadap murid-muridnya, sehingga ia akan memberikan ilmunya secara maksimal. Demikian juga dengan orang tua, disamping mendorong anaknya untuk rajin belajar dan sekolah, iapun harus mampu menjadi guru di rumah, memberinya pengertian dan membantu menjelaskan bilamana anak belum paham penjelasan gurunya di sekolah.

2 komentar:

  1. semua ada kekurangan dan kelebihannya ya mak... tinggal kita para ortu menanggapinya dgn bijak

    BalasHapus
  2. Kurikulum 2013 lebih condong pd penilaian sikap dan ketrampilan bu...:) ,

    BalasHapus