Mak……
Apakah emak termasuk ibu yang peduli kepada anak sendiri atau
membiarkan tumbuh apa adanya? Saya akui menjadi seorang ibu adalah tugas yang
teramat sangat berat sekaligus sangat mulia. Coba bayangkan ketika Allah
menitipkan janin dalam rahim seorang wanita, tentunya ia harus berjuang selama sembilan
bulan menjaga dan merawat kandungannya hingga saatnya lahir nanti.
sumber disini |
Ketika bayi itu lahir tugaspun bertambah berat, mulai
menyusui, memandikan, menidurkan dan sebagainya. Bahkan, seolah anak sudah
menjadi tanggung jawab orang tua untuk menjaga, mendidik dan merawatnya. Sampai
kapanpun , meski anak sudah berkeluarga, orang tua akan setia mendampinginya,
walau berbeda cara dan bentuknya.
Satu hal yang harus dijaga adalah komunikasi antara orangtua
dan anak. Komunikasi inilah yang mendekatkan hubungan mereka. Tak ada rahasia,
ketika anak mempunyai permasalahan, orangtua terutama ibu bisa menjadi teman
berbagi memecahkan masalah itu.
Apalah jadinya bila orangtua dalam hal ini “ibu” menjadi
pribadi yang masa bodoh terhadap anaknya? Ia biarkan anaknya tumbuh apa adanya,
tanpa bertanya ini itu. Akibatnya ibupun tak mengetahui semua persoalan yang
dialami anaknya.
Mak….
Bagi saya rumah adalah tempat mengenalkan Fawaz pada hal-hal
yang seharusnya ia ketahui. Di rumahlah saya selalu mengajarkan bagaimana
memaafkan orang yang meminta maaf, bagaimana harus bersikap bila ia sendiri
yang bersalah, atau bahkan mengajarkannya untuk bersikap terbuka. Setiap
kebersamaan saya bersama Fawaz selalu saya selipkan cerita-cerita lucu yang
akhirnya membuatnya berani bercerita tentang kejadian yang baru saja dialami.
Mengajak anak terbuka dalam berbagai hal membuat kedekatan
ibu dan anak semakin terjalin erat. Bahkan ibupun jadi tahu apa saja yang
dibutuhkan anak, baik itu di sekolah atau di tempat-tempat lain. Kalau sudah
demikian, jangan segan-segan kita untuk memberikan dukungan kepada anak, agar
ia lebih bersemangat.
Minggu yang lalu Fawaz mengikuti kegiatan pramuka di
sekolah. Kakak pembinanya menugaskan masing-masing regu untuk menyiapkan menu
makan siang. Ceritanya akan diadakan lomba menghidangkan nasi goreng bagi
tiap-tiap regu. Namanya menghidangkan sudah tentu semua masakan disiapkan dari
rumah, dan di sekolah tinggal menata sedemikian rupa.
Sebagai anggota dari regu Banteng, tentunya Fawaz mengikuti
perintah ketua regunya yang ingin memasak roti bakar. Sayapun tak tinggal diam,
mengajak Fawaz mencari ketua regunya dan menanyakan kepastiannya.
Beberapa pertanyaan saya tujukan kepada ketua regu Banteng
tentang kesiapan lomba menghidangkan, diantaranya:
“Apa boleh membuat roti bakar?”
“Berapa jumlahnya?”
“Apa minumnya?” Siapa yang membuat minum?”
“Siapa yang membawa piring dan gelas?”
“Siapa yang membawa bunga hidup?”
“Siapa yang membawa buah?”
Dari pertanyaan-pertanyaan itu hanya 2 hal yang ditugaskan
kepada Fawaz yaitu membawa buah dan bunga hidup. Sementara untuk pertanyaan
lainnya, sang ketua regu sanggup menghandle semuanya.
Keesokan harinya, Fawaz diajak temannya ke rumah ketua regu
untuk membuat roti bakar. Namun beberapa jam kemudian rombongan regu Banteng
datang ke rumah. Sayapun kaget. Bahkan ketua regunya meminta saya untuk
memasakkan nasi goreng dalam hitungan menit. Meski setengah kelabakan namun
demi anak-anak saya menyanggupinya.
Tapi sebelum saya membuatkan nasi goreng, berbagai
pertanyaan sempat saya lontarkan kepada sang ketua regu. Akhirnya dia bilang
rotinya tidak cukup untuk 12 anak. Duh…ada sedikit rasa kecewa bahkan saya
sempat berburuk sangka, mengapa tadinya ia menyanggupi kini berubah lepas
tangan? Atau jangan-jangan orang tuanya tidak mau membantu anak-anak?
Ternyata ada banyak kasus serupa di sekolah. Saya melihat
sebuah kelompok yang sangat rapi penyajiannya, antara anak dan orang tua
kompak, mereka saling membantu. Sementara di kelompok Fawaz, saya yang
kelabakan menyiapkan nasi goreng tanpa bantuan orang tua lain.
Yang lebih parah, ada satu regu yang diminta menyiapkan 12
porsi ternyata hanya membawa 1 porsi saja. Begitu orangtuanya mengantar ke
sekolah, iapun merasa malu karena sang anak tidak menyampaikan sebelumnya.
Nah….disinilah pentingnya menjaga komunikasi antara orangtua
dan anak. Ketika guru atau pembina pramuka memberikan tugas kepada anak-anak,
merekapun akan menyampaikannya kepada orang tua. Kurangnya komunikasi membuat
anakpun enggan meminta pertolongan kepada orang tua. Demikian juga dengan orang
tua, demi menjaga komunikasi, sebaiknya jalin kedekatan bersama anak dengan
mengorek tugas yang diberikan guru, minimal menjalin hubungan dengan orang tua
murid dan guru walinya.
Komunikasi yang terjalin dengan baik antara orangtua dengan
anak akan membantu kesuksesan anak dalam sekolah, kegiatan dan pergaulan di
lingkungan sekitar. Yuk mak kita jalin komunikasi dengan anak-anak kita demi
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Benar sekali mak, komunikasi yg baik antara anak dan orang tua akan membuat anak sukses dan menjadi anak baik, insya Alloh
BalasHapuskomunikasi itu emang penting ya...
BalasHapuskomunikasi yang aku suka adalah komunikasi antara ibu dan anak,,karena mungkin sampai saat ini aku masih ingin belajar agar komunikasiku dgn ibu lebih dekat,,, :)
BalasHapus