Mak, belakangan ini Fawaz mengeluh kurang enak badan. Kepalanya
pusing, batuk pilek, tidak nafsu makan, sering muntah dan beberapa kali demam. Saya
berniat membawanya ke dokter, namun Fawaz menolaknya karena takut jarum suntik
dan obat yang bernama “puyer”.
Sebenarnya ada rasa was-was dalam hati saya, apalagi kalau
sudah menyangkut kesehatan. Belakangan ini banyak penyakit aneh menyerang
anak-anak, yang membuat saya makin miris. Ada yang tiba-tiba koma beberapa
bulan, ada yang syarafnya mati, bahkan ada juga yang tiba-tiba didiagnosa
menderita kanker stadium IV.
Hmm…tapi saya tidak pernah berburuk sangka terhadap apa dan
siapapun. Pun juga terhadap gejala yang dialami Fawaz. Saya coba konsultasi ke
apoteker di sebuah apotik, menurutnya Fawaz terkena flu. Maka diberinya
berbagai obat pereda flu dan demam. Dan memang benar adanya, dua hari kemudian
setelah obat itu diminumnya, rasa sakit yang diderita Fawaz perlahan berkurang.
Hanya satu yang tidak bisa saya cegah, yaitu istirahat beberapa
waktu di rumah. Dalam keadaan sakit ia tetap ngotot masuk sekolah, akhirnya
setiap mendekati jam pulang saya buru-buru ke sekolah untuk menjemputnya,
karena kondisinya yang kurat fit.
Beberapa hari kemudian, Fawaz kembali mengeluh. Kali ini ia
sering merasa pusing dan mual. Saya sudah wanti-wanti supaya tidak jajan
sembarangan di sekolah. Namanya anak laki-laki, pasti ada rasa malu bila
mengeluarkan bekal dari dalam tasnya. Apalagi bila ia melihat temannya makan
atau minum yang kelihatannya menggiurkan, pasti ngikut deh, dan tidak
memikirkan apa efek setelahnya.
Bahkan nafsu makannyapun semakin hilang. Setiap minum teh,
kopi atau minuman bersoda ia selalu muntah. Saya curiga lambungnya bermasalah. Tanpa
menunggu lama, saya ajak Fawaz berobat ke dokter. Ternyata benar, menurut
pemeriksaan dokter, Fawaz mengalami infeksi lambung sehingga harus benar-benar
dijaga makan dan minumnya.
Hmm…rasanya campur aduk mak, karena geram. Saya sudah
berulangkali mewanti-wanti Fawaz untuk tidak jajan sembarangan, tapi masih
curi-curi kesempatan. Saya malah dengar penuturan teman-temannya kalau Fawaz
suka jajan pop ice, teh gelas, big cola dan sebagainya. Padahal dari rumah saya
sudah bawakan bekal minuman 2 botol dan makanan, tapi rupanya makanan itu tidak
disentuhnya.
Melihat kenyataan ini, satu-satunya jalan adalah dengan
tidak membekalinya uang jajan, namun tetap saya bawakan bekal makanan dan
minuman dari rumah.
Inilah mak gambaran lingkungan sekolah anak-anak kita yang
tidak sehat. Di rumah, kita sudah menerapkan hidup sehat, tapi namanya
anak-anak tetap saja rasa ingin mengikuti temannya sangat besar. Mungkin tidak
semua sekolah demikian. Dulu ketika Fawaz masih TK, saya malah dianjurkan
kepala sekolahnya untuk memberinya bekal makanan yang sehat, jangan mie instan
atau makanan cepat saji lainnya, jangan minuman instan melainkan air putih
saja. Bahkan beliau juga tidak mengijinkan penjual kue membuka lapaknya di
depan gerbang sekolah, untuk menghindari anak-anak dari makanan yang tidak
sehat.
Keadaan ini berbanding terbalik dengan keadaan sekolah Fawaz
ketika memasuki bangku SD di Jawa. Setiap pagi para penjual berjejer di jalan
masuk sekolah. Ada penjual mainan, makanan dan minuman. Bahkan yang dijualpun
aneka rupa, sehingga menarik minat anak-anak untuk membelinya. Kepala sekolah
memang mengijinkan mereka berjualan, dengan pertimbangan para penjual itu juga
mencari rezeki, kasihan kalau harus diusir.
Namun apa yang terjadi kemudian. Beberapa anak sakit setelah
minum es yang dijual bebas diluar pagar sekolah, ada yang panas, buang-buang
air dan muntah-muntah. Akhirnya kepala sekolah memutuskan untuk melarang
penjual makanan dan minuman membuka lapaknya di depan sekolah.
Dan…hal serupa juga terjadi di sekolah Fawaz yang baru,
karena tidak bisa berpisah dengan ayahnya, akhirnya saya memindahkan
sekolahnya. Parahnya penjual makanan dan minuman tidak sehat ini adalah istri
kepala sekolah. Bahkan ada aturan kalau semua muridnya harus jajan di kantin
untuk menambah pemasukan kepala sekolah secara pribadi. Tak ada yang berani
berkomentar, semua tunduk pada aturan pimpinan.
Terus terang saya prihatin mak. Jajanan yang dijual bukanlah
jajanan sehat. Sebagai contoh mie gelas. Gelas yang digunakan adalah gelas plastik
yang dipakai berulang-ulang. Jadi setelah dipakai nyeduh mie gelas dengan air
panas, dan mie sudah habis dimakan, maka gelasnya akan dicuci dan siap dipakai
kembali untuk pembeli berikutnya. Padahal namanya gelas plastik tentunya tidak
bisa digunakan menyeduh air panas, apalagi digunakan berulang-ulang.
Demikian juga dengan minuman. Ternyata air yang digunakan
untuk mencampur minuman adalah air mentah. Tentunya anak-anak tidak pernah
menyelediki hal itu, yang dia lihat adalah warna minuman yang menarik dan rasa
segarnya bila diminum di siang yang terik.
Dari pengalaman yang menimpa Fawaz, akhirnya saya sedikit
keras terhadapnya mak.
Semua ini demi kebaikan Fawaz. Saya terus mewanti-wanti
agar dia tidak meminta jajan atau minuman yang dibeli temannya. Guru kelasnyapun
saya beritahu untuk mengingatkannya. Saya juga tidak memanjakannya dengan
memberinya bekal uang, namun bekal didalam tas tetap saya berlakukan, yaitu
nasi dalam box dan dua botol minuman.
Sebagai orang tua, sangat penting mengetahui kebiasaan
anak-anak di sekolah. Jangan jadi orang tua yang cuek, yang membiarkan anaknya
jajan sembarangan di sekolah. Sebenarnya masalah kesehatan di sekolah, harus
menjadi perhatian pihak sekolah. Tetapi jika pihak sekolah kurang
memperhatikannya, orang tua yang harus menanamkan pentingnya hidup sehat untuk
anak. Bukan melarang untuk tidak jajan di sekolah sambil membentak-bentak,
namun memberinya pengertian bahwa banyak jajanan di sekolah yang menyebabkan
penyakit, kalau perlu sertakan contohnya. Yuk mak, kita terapkan hidup sehat
untuk anak-anak kita dimanapun mereka berada.
di depan gerbang sekolah anak saya pun banyak penjual makanan yg kebersihan dan kesehatannya sangat diragukan :(
BalasHapusSebagai guru di sekolah saya sering menyarankan anak2 bawa bekal dari rumah. Tapi yg bawa hanya 2 sampai 3 anak dari 31 anak.
BalasHapusMau gimana ya mak serba salah mak kalau jadi guru. Mau bilang tak boleh jajan ini dan itu nanti malah dikira mojokin penjual di sekolah. Saya hanya bisa mengingatkan.
Oh ya, tempo hari ada anak kelas 1 yg muntah setelah minum minuman teh yg sachet mak. Ngeri bgt ya.
Salam dari Demak.
@Mak Santi: dilema ya mak melihat kenyataan itu, penjual makanan juga butuh uang untuk menyambung hidupnya, sementara anak-anak kita juga harus diperhatikan kesehatannya......
BalasHapus@Mak Ika: itulah mak, anak-anak sekarang memang beda dengan anak jaman dulu, semakin dilarang semakin muncul rasa penasarannya, makanya ia membeli, kalau enak rasanya maka akan terus dibelinya, kalau menimbulkan sakit barulah ia tahu, tapi kan sayang sebenarnya kalau harus sakit dulu baru kapok....
Disekolah kami jg dl bgitu,kepala sekolah kami sekarang menertibkan penjual di dpn sekolah..selain tdk bagus utk keshatan, sampah berserakan di dpn sekolah.
BalasHapusAlhamdulilah anak anak di sekolah saya bawain bekal karena gak boleh ada tukang jualan di sekolah.Siang jam 12 anak anak makan catering dari sekolah.Paling pulangya aja jajan .Tp yg jualan kayaknya makanan sehat.
BalasHapusItu...yang ngeri mba....kadang yang jualan cuma cari untung..pakai boraks lah..., warna tekstil lah.... konsumen jadi korban....terutama anak2
BalasHapusBagusnya emang dinekalin dari rumah aja....
Semoga fawwaz cepat sehat mba... :)