Mak...satu pertanyaan yang sampai saat ini saya masih
bingung menjawabnya.
Bagaimana emak memperlakukan anak-anak emak, offer
protective, sedikit pengawasan, selalu diawasi atau dibiarkan?
Jawabannya tergantung kali ya mak....hehehe......
Dalam artian kalau anak tersebut masih kecil tentunya akan
kita awasi dan dampingi dalam segala hal. Namun bila anak sudah dewasa, kita
akan perlahan melepaskannya dengan tujuan agar sang anak bisa mandiri. Betul
kan? Melepaskan disini bukan berarti
kita membiarkan sang anak berbuat semaunya tanpa kita kontrol. Meski mereka
sudah besar, tugas kita sebagai orang tua adalah tetap mengawasinya, karena
lingkungan anak-anak berada itu tidak selalu sama.
Ketika kita mengajarkan hal-hal yang baik di rumah, belum
tentu demikian dengan lingkungan pergaulannya. Bisa jadi lingkungan pergaulan
anak sedikit banyak mempengaruhi perkembangan cara berpikirnya yang lain.
Nah...ini yang harus kita waspadai. Bisa jadi anak baik-baik saja di rumah, dia
terkesan menjadi anak penurut, namun tidak demikian di luaran sana, mungkin ia
akan bersikap sebaliknya.
Terus terang saya prihatin dengan keadaan sebagian anak saat
ini. Disaat saya masih membatasi kebebasan Fawaz, ternyata anak-anak sebayanya
demikian bebasnya diluaran sana. Saya bukan mengekang aktifitas Fawaz, begini
tidak boleh, begitu tidak boleh. Namun ada hal tertentu yang belum boleh
dilakukan Fawaz diusianya yang menjelang 10 tahun.
Sebagai contoh pergi ke sekolah atau mengendarai sepeda
motor. Banyak teman Fawaz yang dibiarkan berangkat ke sekolah sendiri, ada yang
membawa sepeda, ada juga yang jalan kaki. Meski letak sekolah Fawaz tidak
terlalu jauh dari rumah, namun jalan menuju sekolah itu adalah jalan raya,
dimana lalu lintasnya sangat padat. Dulu, ketika Fawaz mengikuti jalan santai,
ia dua kali hampir ketabrak mobil dan sekali jidadnya terkena spion mobil yang
dikemudikan dengan kencang. Inilah yang membuat saya rela untuk antar jemput
Fawaz ke sekolah.
Bahkan sebagian besar anak seusia Fawaz sudah bisa
mengendarai motor. Mereka dengan lagaknya suka kebut-kebutan di jalan dan
berboncengan melebihi kapasitas. Saya sangat prihatin, mengapa para orang tua
memberikan kesempatan kepada anak-anaknya yang dibawah umur untuk mengendarai
motor. Padahal jiwa mereka masih labil. Bisa mengendarai motor tentunya akan
memunculkan egonya bahwa dia sudah bisa membawa motor, sehingga keinginan untuk
ngebut di jalan raya atau berboncengan tiga tanpa helm pasti makin menjadi.
Seandainya terjadi kecelakaan, siapa yang menderita?
Inilah yang membuat saya menghela nafas. Budaya jaman modern
sepertinya tidak mendidik anak-anak. Orang tua terkesan masa bodoh dan terlalu
ceroboh terhadap keselamatan anaknya sendiri. Terus terang, meski Fawaz pernah
merengek ingin belajar mengendarai motor matic, saya tidak pernah
mengijinkannya. Selain alasan keselamatan, usianya juga masih terlalu dini
untuk bisa mengendarai motor. Saya tidak ingin mengambil resiko yang terlalu
berat.
Namun saya bersyukur mempunyai seorang Fawaz yang penurut.
Sayapun berusaha memberikan penjelasan agar dia mengerti, bukan berontak atau
diam-diam berbuat sesuatu tanpa sepengetahuan saya. Kadang ada tetangga yang
menimpali sikap saya. Mereka menganggap saya terlalu memanjakan Fawaz. Sejak
Fawaz duduk di kelas 4 SD, saya memang jarang mengikuti kegiatan di organisasi,
dengan alasan anak. Tentunya hal ini menimbulkan pro kontra. Banyak yang
menganggap saya terlalu membatasi gerak Fawaz.
Ya....saya memang bukan seperti ibu-ibu lain, yang
membiarkan anaknya melakukan sesuatu seorang diri, sehingga sang ibu bebas
pergi kemana saja tanpa terbebani anak. Terus terang sayapun menjadi ibu yang
sibuk saat ini. Jadwal Fawaz yang padat membuat saya ikut-ikutan sibuk. Pagi
hari dia harus mengikuti les tambahan, otomatis saya harus antar jemput ke
tempat les. Setelah les dia harus pergi ke sekolah. Hal yang samapun saya
lakukan disini. Pulang sekolah, istirahat sebentar, begitu adzan maghrib, Fawaz
harus mengaji di masjid. Sayapun juga melakukan hal yang sama. Sementara malam
atau keesokan harinya saya harus menemani Fawaz belajar dan mengerjakan PR
sembari membereskan pekerjaan rutin saya.
Saya memang tidak bisa lepas tanggung jawab terhadap urusan
anak. Membiarkan anak tanpa mendampingi sama halnya tidak mendukung masa depannya.
Dan sejauh ini Fawaz tak pernah merasakan hidup terkekang. Dia juga bukan
seorang anak penakut yang tidak berani kemana-mana. Satu hal yang saya kagumi
dari Fawaz, dia selalu minta ijin setiap akan berbuat sesuatu. Seandainya tidak
saya antarpun sebenarnya dia sudah bisa naik sepeda sendiri atau jalan sendiri.
Namun rasa tidak tega ketika di jalan, itulah yang seringkali membuat saya
untuk menemaninya.
Jadi....bagaimana dengan emak-emak sekalian? Mari kita
peduli terhadap aktifitas anak. Akan lebih baik jika kita dapat menjadi teman
dan selalu mendampingi anak dalam menjalankan aktifitasnya. Anak butuh
diperhatikan dan didampingi, bukan ketersediaan fasilitas yang serba ada.
Sebisa mungkin sebagai orang tua kita harus jeli terhadap keinginan anak. Yuk
kita dekati mereka, ajak ngobrol baik-baik, ciptakan kedekatan dengannya.
Niscaya kitapun akan memahami keinginan anak.
Yaap..betul itu mak, anakku tiga, bayangin gimana repotnya membagi waktu agar tetap dapat mengontrol aktivitas mereka. Kadang waktu kerja harus dikorbankan khusus untuk memberikan perhatian yang lebih buat mereka. Kadang sang putra nomor satu protes padaku..
BalasHapus"mama ini sedikit sedikit datang ke sekolah...saya malu ma, nanti teman-temanku bilang anak mami". Ini saya lakukan jika ada kegiatan disekolah yang memang diharuskan bermalam. Hadeeeh......jadi serba salah.
10 taun udah bisa naik motor? di sini jg saya pernah liat, ada yg sebatas belajar, ada yg sampe ngebut2 an, ngeri...kalo saya mungkin sebatas belajar nanti di usia SMP boleh biar anak punya keterampilan berkendara...kalo di jalan besar ya nunggu SIM ya mak ???
BalasHapus