Jumat, 30 Januari 2015

Anak Butuh Didampingi dan Diperhatikan

Mak...satu pertanyaan yang sampai saat ini saya masih bingung menjawabnya.
Bagaimana emak memperlakukan anak-anak emak, offer protective, sedikit pengawasan, selalu diawasi atau dibiarkan?

Jawabannya tergantung kali ya mak....hehehe......

Dalam artian kalau anak tersebut masih kecil tentunya akan kita awasi dan dampingi dalam segala hal. Namun bila anak sudah dewasa, kita akan perlahan melepaskannya dengan tujuan agar sang anak bisa mandiri. Betul kan?  Melepaskan disini bukan berarti kita membiarkan sang anak berbuat semaunya tanpa kita kontrol. Meski mereka sudah besar, tugas kita sebagai orang tua adalah tetap mengawasinya, karena lingkungan anak-anak berada itu tidak selalu sama.

Ketika kita mengajarkan hal-hal yang baik di rumah, belum tentu demikian dengan lingkungan pergaulannya. Bisa jadi lingkungan pergaulan anak sedikit banyak mempengaruhi perkembangan cara berpikirnya yang lain. Nah...ini yang harus kita waspadai. Bisa jadi anak baik-baik saja di rumah, dia terkesan menjadi anak penurut, namun tidak demikian di luaran sana, mungkin ia akan bersikap sebaliknya.

Terus terang saya prihatin dengan keadaan sebagian anak saat ini. Disaat saya masih membatasi kebebasan Fawaz, ternyata anak-anak sebayanya demikian bebasnya diluaran sana. Saya bukan mengekang aktifitas Fawaz, begini tidak boleh, begitu tidak boleh. Namun ada hal tertentu yang belum boleh dilakukan Fawaz diusianya yang menjelang 10 tahun.

Sebagai contoh pergi ke sekolah atau mengendarai sepeda motor. Banyak teman Fawaz yang dibiarkan berangkat ke sekolah sendiri, ada yang membawa sepeda, ada juga yang jalan kaki. Meski letak sekolah Fawaz tidak terlalu jauh dari rumah, namun jalan menuju sekolah itu adalah jalan raya, dimana lalu lintasnya sangat padat. Dulu, ketika Fawaz mengikuti jalan santai, ia dua kali hampir ketabrak mobil dan sekali jidadnya terkena spion mobil yang dikemudikan dengan kencang. Inilah yang membuat saya rela untuk antar jemput Fawaz ke sekolah.

Bahkan sebagian besar anak seusia Fawaz sudah bisa mengendarai motor. Mereka dengan lagaknya suka kebut-kebutan di jalan dan berboncengan melebihi kapasitas. Saya sangat prihatin, mengapa para orang tua memberikan kesempatan kepada anak-anaknya yang dibawah umur untuk mengendarai motor. Padahal jiwa mereka masih labil. Bisa mengendarai motor tentunya akan memunculkan egonya bahwa dia sudah bisa membawa motor, sehingga keinginan untuk ngebut di jalan raya atau berboncengan tiga tanpa helm pasti makin menjadi. Seandainya terjadi kecelakaan, siapa yang menderita?

Inilah yang membuat saya menghela nafas. Budaya jaman modern sepertinya tidak mendidik anak-anak. Orang tua terkesan masa bodoh dan terlalu ceroboh terhadap keselamatan anaknya sendiri. Terus terang, meski Fawaz pernah merengek ingin belajar mengendarai motor matic, saya tidak pernah mengijinkannya. Selain alasan keselamatan, usianya juga masih terlalu dini untuk bisa mengendarai motor. Saya tidak ingin mengambil resiko yang terlalu berat.

Namun saya bersyukur mempunyai seorang Fawaz yang penurut. Sayapun berusaha memberikan penjelasan agar dia mengerti, bukan berontak atau diam-diam berbuat sesuatu tanpa sepengetahuan saya. Kadang ada tetangga yang menimpali sikap saya. Mereka menganggap saya terlalu memanjakan Fawaz. Sejak Fawaz duduk di kelas 4 SD, saya memang jarang mengikuti kegiatan di organisasi, dengan alasan anak. Tentunya hal ini menimbulkan pro kontra. Banyak yang menganggap saya terlalu membatasi gerak Fawaz.

Ya....saya memang bukan seperti ibu-ibu lain, yang membiarkan anaknya melakukan sesuatu seorang diri, sehingga sang ibu bebas pergi kemana saja tanpa terbebani anak. Terus terang sayapun menjadi ibu yang sibuk saat ini. Jadwal Fawaz yang padat membuat saya ikut-ikutan sibuk. Pagi hari dia harus mengikuti les tambahan, otomatis saya harus antar jemput ke tempat les. Setelah les dia harus pergi ke sekolah. Hal yang samapun saya lakukan disini. Pulang sekolah, istirahat sebentar, begitu adzan maghrib, Fawaz harus mengaji di masjid. Sayapun juga melakukan hal yang sama. Sementara malam atau keesokan harinya saya harus menemani Fawaz belajar dan mengerjakan PR sembari membereskan pekerjaan rutin saya.

Saya memang tidak bisa lepas tanggung jawab terhadap urusan anak. Membiarkan anak tanpa mendampingi sama halnya tidak mendukung masa depannya. Dan sejauh ini Fawaz tak pernah merasakan hidup terkekang. Dia juga bukan seorang anak penakut yang tidak berani kemana-mana. Satu hal yang saya kagumi dari Fawaz, dia selalu minta ijin setiap akan berbuat sesuatu. Seandainya tidak saya antarpun sebenarnya dia sudah bisa naik sepeda sendiri atau jalan sendiri. Namun rasa tidak tega ketika di jalan, itulah yang seringkali membuat saya untuk menemaninya.


Jadi....bagaimana dengan emak-emak sekalian? Mari kita peduli terhadap aktifitas anak. Akan lebih baik jika kita dapat menjadi teman dan selalu mendampingi anak dalam menjalankan aktifitasnya. Anak butuh diperhatikan dan didampingi, bukan ketersediaan fasilitas yang serba ada. Sebisa mungkin sebagai orang tua kita harus jeli terhadap keinginan anak. Yuk kita dekati mereka, ajak ngobrol baik-baik, ciptakan kedekatan dengannya. Niscaya kitapun akan memahami keinginan anak.

2 komentar:

  1. Yaap..betul itu mak, anakku tiga, bayangin gimana repotnya membagi waktu agar tetap dapat mengontrol aktivitas mereka. Kadang waktu kerja harus dikorbankan khusus untuk memberikan perhatian yang lebih buat mereka. Kadang sang putra nomor satu protes padaku..
    "mama ini sedikit sedikit datang ke sekolah...saya malu ma, nanti teman-temanku bilang anak mami". Ini saya lakukan jika ada kegiatan disekolah yang memang diharuskan bermalam. Hadeeeh......jadi serba salah.

    BalasHapus
  2. 10 taun udah bisa naik motor? di sini jg saya pernah liat, ada yg sebatas belajar, ada yg sampe ngebut2 an, ngeri...kalo saya mungkin sebatas belajar nanti di usia SMP boleh biar anak punya keterampilan berkendara...kalo di jalan besar ya nunggu SIM ya mak ???

    BalasHapus