Minggu, 08 Februari 2015

Jangan Pukul Anak Karena Kesalahannya

Mak, apa sih yang emak lakukan bila anak berbuat salah atau melawan? Memarahinya, mengomelinya atau memukulinya?  Tidakkah emak menyelediki dulu sampai sejauh mana kesalahannya atau bahkan faktor apa saja yang menyebabkan si anak berbuat salah?

Terus terang mak, saya bukanlah ibu yang baik bagi Fawaz. Saya pernah memukulnya ketika ia melakukan sesuatu yang tidak saya inginkan. Tetapi, ternyata apa yang saya lakukan tidak malah membuat Fawaz jera untuk tidak mengulangi kekeliruannya lagi. Fawaz cenderung melawan, seolah tidak terima akan perlakuan saya. Dari sini akhirnya saya menyadari bahwa memberi hukuman kepada anak berupa pukulan bukanlah tindakan yang tepat.

Orang tua yang baik harus sesering mungkin melakukan pendekatan kepada anak. Sebaliknya si anak sendiri, yang dibutuhkan adalah kasih sayang, belaian, dekapan dari orang tua. Bukan malah kekerasan atau tindakan anarkis. Kalau sekali, dua kali, anak berbuat nakal, rasanya wajar ya mak. Mungkin ia belum pernah kita beri pengertian. Atau bisa jadi lingkungan tempatnya bergaul yang memaksanya berbuat demikian. Nah, sebagai orang tua kita harus memahami kondisi anak, baru setelah itu memberinya pengertian.

Inilah yang akhirnya saya terapkan kepada Fawaz, mak. Ketika saya jalan bareng dengan Fawaz, kebetulan kami melewati segerombolan anak nakal, disitulah Fawaz saya beri pengertian agar ia tidak berbuat seperti itu. Setelahnya saya beri beberapa alasan mengapa tidak boleh melakukan hal itu. Demikian juga ketika ada temannya yang suka memukul atau mengambil barang tanpa permisi, sayapun memberi pengertian kepada Fawaz, agar ia tidak mengikuti perbuatannya.

Di lain waktu, saya beri dia gambaran bagaimana seorang anak seharusnya berbuat, baik di rumah, di sekolah atau di lingkungan tempatnya bermain. Tak lupa saya selalu wajibkan ia untuk taat beribadah. Tak bosan-bosannya terus saya ingatkan agar disiplin waktu. Awalnya memang terasa capek, karena saya harus mengontrol jam dan terus mengingatkan, namun lama kelamaan hal ini menjadi kebiasaan.

Dari berbagai hal yang saya lakukan, kini saya juga bisa mengontrol emosi saya, artinya untuk mengingatkan Fawaz tak perlu lagi dengan pukulan, karena memukul anak justru membawa dia kepada pribadi yang gemar pembohong. Salah satu contohnya adalah teman Fawaz, sebut saja Chanchan.

Kebetulan mak, ibu Chanchan sangat keras wataknya. Ia menginginkan anaknya harus rajin, mendapatkan nilai tertinggi di sekolah dan harus menjadi pribadi yang benar-benar baik tanpa cacat sedikitpun. Suatu hari guru kelas mengadakan ulangan harian. Dan sungguh diluar dugaan, Chanchan yang biasanya mendapat nilai tertinggi, ternyata nilainya sedang-sedang saja. Ketika ditanya ibunya, dia berbohong agar tidak kena marah. Tak disangka-sangka Fawaz yang polos membocorkan nilai Chanchan yang sesungguhnya. Akhirnya Chanchan pun kena pukulan di kepalanya.

Hal inipun terjadi berulang-ulang. Setiap Chanchan mendapat nilai jelek, atau berbuat kesalahan di sekolah, pukulan demi pukulan itu selalu mendarat di tubuhnya. Ia hanya bisa tertunduk dan menangis tanpa bisa berbuat apa-apa. Ternyata, efek dari pukulan ibunya, Chanchan tumbuh menjadi pribadi yang suka bohong. Dengan alasan takut kena pukul, akhirnya berbohonglah jalan satu-satunya.

Saya rasa mak, langkah yang dilakukan ibu Chanchan bukanlah langkah yang tepat. Bisa jadi ia mencetak generasi pembohong. Karena takut kena pukulan bertubi-tubi, akhirnya si anak memilih berbohong daripada terus terang. Kebiasaan ini bisa jadi akan berlanjut sampai dewasa nanti. Jelas ini adalah hal merendahkan rasa percaya diri.

Sebaiknya dalam menghadapi tingkah laku anak, bukan cara kekerasan yang kita tunjukkan, namun rangkul sang anak dengan kasih sayang. Tanyailah baik-baik mengapa ia mendapat nilai jelek, mengapa ia nakal kepada temannya atau mengapa ia berbuat yang kurang menyenangkan. Pancinglah agar ia mengatakan yang sejujurnya, dengan tindakan halus dan bukan kekerasan. Bila si anak telah mengakuinya, barulah kita beri pengertian agar ia tidak lagi mengulangi perbuatannya.

Memberi pengertian anak tanpa pukulan saya rasa akan jauh lebih baik ketimbang memukulnya bertubi-tubi. Kalau kita memukul, anak akan takut berbuat yang sama, namun bila dilain waktu ia kembali melakukannya lagi, maka iapun cenderung berbohong karena takut kena pukulan lagi. Namun bila kita beri pengertian, disaat sang anak akan melakukan kesalahan lagi, maka ia cenderung mengingat petuah orang tuanya untuk menghindar dari perbuatan nakal dan sebagainya.


Marilah sebagai orang tua kita bijak bertindak dan bersikap terhadap tingkah laku anak, demi masa depan mereka.

4 komentar:

  1. Tidak mudah ya mak mendidik anak... meski sudah ada 3 krucils saya masih harus banyak banyak belajar ...

    BalasHapus
  2. Kesabaran ibu diuji dengan kehadiran buah hati...intinya ya,,pengendalian diri agar tangan tak melayang dibadan buah hati kita

    BalasHapus
  3. Mungkin karena dibesarkan tanpa kekerasan, saya dan suami sama sekali tidak pernah bisa kasar sama anak, jangankan memukul, mencubit saja nggak pernah. Miris banget kalo nemu kasus kayak si Chanchan. Kasihan banget.

    BalasHapus
  4. Terima kasih sudah berbagi Mak.. bisa jadi masukan untuk saya bila menjadi ibu kelak :)

    BalasHapus