Selasa, 16 Juni 2015

Seberapa Besar Gadget Mempengaruhi Perkembangan Anak

Beberapa waktu lalu saya membaca tulisan mak Leyla Hana tentang sebuah review. Dalam tulisannya di blog beliau menjelaskan bahwa gadget terbukti memberikan dampak negatif bagi perkembangan anak, diantaranya:

  1. Gadget membuat anak tidak bisa mandiri, ia cenderung menjadi pribadi yang malas, baik malas belajar maupun malas melakukan segala hal seorang diri.
  2. Gadget membuat anak tumbuh menjadi pribadi yang tidak sopan. Setiap berbicara dengan lawan jenisnya, ia cenderung meremehkan dan tidak mau memandang lawan bicaranya.
  3. Gadget membuat anak tidak bisa mengambil keputusan secara tepat.
  4. Gadget membuat anak tidak mudah mencerna kalimat yang disampaikan lawan bicaranya. Ia langsung menangkap kalimat secara global dan tidak mencerna apa inti dari kalimat yang didengarnya, sehingga ia cenderung meluapkan emosi tanpa menelaah kalimat yang diterimanya.
  5. Gadget membuat anak sering emosi, marah-marah tanpa alasan yang tepat.
  6. Gadget membuat anak kurang pandai bergaul dengan banyak teman.
Dan masih banyak lagi hal-hal buruk yang diakibatkan oleh gadget. Kalau ditanya, siapa yang salah dalam hal ini? Sudah pasti, orang tualah yang turut andil membentuk karakter anak maniak gadget. Namun, dalam pandangan saya, tidak sepenuhnya orang tua disalahkan dalam kasus ini. Coba Anda bayangkan, seorang anak yang hidup dan tumbuh dijaman serba gadget, lalu orang tua terang-terangan melarang anak bermain gadget, apalagi sampai melarang menyentuh barang ini, sementara orang tua sendiri tak pernah lepas dari gadget, apa yang terjadi?


Dari pengamatan yang saya lakukan, ternyata hampir semua anak di Indonesia rata-rata sudah mengenal gadget. Tidak peduli dari lingkungan mana mereka berasal. Dan bila si anak tidak diperbolehkan bermain gadget, maka ia akan meronta, berteriak sekencang-kencangnya atau bahkan melakukan aksi mogok. Ujung-ujungnya orang tua akan menuruti permintaan anak, meski harus memangkas uang bulanan atau bahkan berhutang. Satu alasannya, agar anak senang. 

Barangkali apa yang dilakukan orang tua adalah bentuk kasih sayangnya pada anak. Namun cara yang dilakukan salah. Ia memberikan kebebasan kepada anaknya untuk mengoperasikan gadget, tanpa mengamati apa sebenarnya yang dilakukan oleh anak. Inilah bahayanya. Apalagi kalau orang tua beranggapan bahwa dirinya gaptek, biarlah sang anak yang mengenal dunia teknologi, agar tidak ketinggalan jaman.

Jaman memang telah berubah. Saat dimana saya masih anak-anak tentunya berbeda dengan keadaan yang melingkupi anak saya saat ini. Kalau dulu saya memanfaatkan waktu dengan bermain tradisional, seperti gobak sodor, petak umpet, lompat tali dan sebagainya, kini permainan semacam ini sudah hampir punah. Bahkan jarang anak-anak jaman sekarang yang mengenal permainan semacam itu. Mereka beralih ke permainan modern, seperti playstation, game online, atau game-game yang diinstall di gadget.

Lalu faktor apa yang mendorong para orang tua merasa nyaman memberikan gadget sebagai alat bermain buah hatinya? Tentunya ada beberapa faktor yang melatarbelakanginya:
  1. Teknologi modern yang berkembang demikian pesat, banyak alat elektronik diciptakan untuk menarik minat anak-anak memainkannya, bahkan harganya pun beranekaragam, mulai dari yang murah sampai yang mahal, seperti nitendo, playstation, PSP, PVP dan masih banyak lagi.
  2. Kemampuan masyarakat Indonesia secara finansial jauh lebih baik ketimbang beberapa waktu lalu, banyak wirausahawan sukses yang begitu mudahnya mendapatkan uang tiap bulannya. Disamping itu terciptanya gadget dengan harga murah, membuat mereka yang berada di tingkat ekonomi sedang-sedang saja, ternyata juga mampu membelikan gadget untuk anaknya.
  3. Kurangnya waktu bagi orang tua untuk mendampingi anaknya bermain. Mereka cenderung sibuk dengan urusannya sendiri, sehingga gadget menurutnya adalah alat yang tepat untuk menemani anak bermain.
  4. Memiliki gadget membuat seseorang tidak dipandang sebelah mata. Barangkali sebagian masyarakat Indonesia masih merasa gengsi bila tidak mempunyai gadget. Maka demi mendapatkan pengakuan secara umum, mereka membeli gadget bahkan membekali sang anak dengan gadget. Dengan harapan orang lain akan mengakuinya. (Ini hanya sekedar opini saya).
Yah...apapun alasannya, yang jelas gadget saat ini telah menjadi trendsetter di masyarakat. Hampir semua masyarakat tanpa memandang status sosial telah memanfaatkan gadget untuk berkomunikasi. Pedagang sayur, penjual nasi pecel, guru, pegawai dan sebagainya, semuanya telah mengenal gadget dengan beragam aplikasinya. Tentunya bila orang tua sudah memiliki gadget, hal ini akan berimbas ke anak. Anak pun mau tidak mau turut menikmati beragam aplikasi yang dibenamkan dalam sebuah gadget.

Sudah bukan hal aneh bila kita melihat pemandangan, orang tua yang bermain gadget sembari menunggu anaknya pulang sekolah, atau anak-anak yang tengah memainkan gadget sambil menemani orang tuanya bermain di mall. Sebagai orang tua tentunya kita tidak perlu melarang anak untuk tidak bermain gadget, namun ia harus memberikan penjelasan agar anak tidak diperbudak oleh gadget.

Terus terang saya termasuk orang tua yang membekali anak dengan gadget. Bukan karena saya malas menemani anak bermain, namun pengaruh lingkungan dan perkembangan teknologi yang membuat saya mengambil keputusan untuk membelikan gadget khusus untuk anak saya. Bahkan, saya juga merasakan hal buruk menghinggapi anak saya, seperti lima poin diatas. Anak saya menjadi pribadi yang gampang marah, tidak mandiri, malas melakukan berbagai hal. Akan tetapi sebagai orang tua tentunya saya tidak tinggal diam.

Lantas apa yang saya lakukan begitu mengetahui anak saya mulai berubah drastis semenjak mengenal gadget?
  1. Tak bosan-bosannya saya selalu mengingatkan waktu yang tepat untuk bermain gadget. Ia boleh bermain gadget ketika hari libur atau di waktu bermain saja.
  2. Saya mengharuskan anak untuk melaksanakan sholat dan pergi mengaji, tentunya berbagai alasan saya berikan agar si anak mau menuruti perintah saya, misal anak muslim wajib melaksanakan sholat agar disayang Allah dan masuk surga, dan sebagainya.
  3. Saya selalu jadwalkan untuk belajar di rumah, tak lupa saya juga mendampingi anak dalam dalam belajar dan menyelesaikan tugas sekolahnya. Meski kadang anak suka bandel atau malas melakukannya, namun saya terus memberikan masukan agar ia selalu belajar di sore hari.
  4. Setiap hari saya berusaha memberikan pengertian kepada anak tentang kewajibannya sebagai anak di rumah dan murid di sekolah, sehingga ia menjadi pribadi yang terbiasa melakukan kewajibannya, meski sesekali masih saya ingatkan.
  5. Saya juga mengajarinya untuk menjadi pribadi yang jujur dan berterus terang dalam segala hal. Pernah suatu hari, ia menceritakan temannya yang berbuat yang kurang sopan gara-gara melihat internet. Dari kejadian ini akhirnya saya berusaha memberinya pengertian agar tidak melakukan hal-hal yang kurang baik. Sebagai umat muslim, semua yang kita lakukan di dunia ini akan diketahui Allah, meski orang tua tidak tahu namun Allah maha tahu. Dari sinilah akhirnya anak saya tumbuh menjadi pribadi yang jujur.
  6. Saya mengijinkan anak bermain gadget, namun tetap saya pantau apa yang dimainkannya. Kalaupun ia membuka internet atau youtube, sayapun berusaha mendampinginya dan memberi batasan video apa yang boleh ditonton anak seusianya. Namun dalam hal ini, saya tidak full mengijinkan anak mengoperasikan gadgetnya ketika hari libur, tetap saya batasi, karena ada waktu dimana ia harus menunaikan sholat, tidur siang atau pergi ke masjid untuk mengaji.
Dari hal-hal yang saya lakukan diatas, yang saya rasakan meski anak saya mempunyai gadget sendiri, namun ia menjadi pribadi yang jujur. Ketika akan membuka youtube atau internet, terlebih dahulu ia ijin saya. Ketika akan memainkan game, tak lupa ia pun ijin saya. Ibarat sebuah mainan, dimana anak lambat laun akan bosan, demikian dengan gadget. Tak selamanya anak saya bermain dengan gadgetnya. Ada masanya dimana ia merasa bosan dan berpindah ke mainan lain, seperti puzzle atau lego. Bahkan dilain waktu, ia pergi bermain dengan teman-temannya, entah main bola di lapangan atau bersepeda mengelilingi lapangan tanpa membawa gadgetnya. Dari sinilah akhirnya saya kembali memberinya pengertian tentang pengaruh gadget bagi dirinya.

Jadi menurut saya, tak perlu kita melarang anak untuk meninggalkan gadget. Namun sebagai orang tua hendaknya kita senantiasa memberinya pengertian dan mengatur jadwalnya, agar si anak tidak diperbudak oleh gadget. Jangan lupa, sesibuk apapun kita, tetap dampingilah anak dalam bermain. Bukan berarti kita ikuti anak kemanapun ia pergi. Akan tetapi kita bisa memberinya pengertian agar si anak menjadi pribadi yang jujur. Otomatis, kita jadi tahu apa saja aktifitas anak dalam sehari, karena tanpa kita tanya ia akan menceritakan secara detail apa saja yang dilakukan diluar rumah atau apa saja aktifitasnya seharian. Inilah yang saya terapkan dan saya rasakan dengan anak saya. Bagaimana dengan Anda dan si buah hati?


8 komentar:

  1. Anak saya juga mbak...hampir kelas 3. Sehari minta jatah nge gamenya 3xsehari... Tak siasatin aja mb....maksimal 15 menit setiap nge game. Tp dah merasakan efeknya juga...makin sering bilang "nanti"

    BalasHapus
  2. iya memang tetap perlu didampingi orang tua juga diberitahu batasan2nya. sharing yang bermanfaat mbak.
    salam kenal :))

    BalasHapus
  3. Ponakan juga gitu mak.. sampe nilai2 ujiannya parah banget.
    Jadi pelajaran buat saya kedepannya nih...

    BalasHapus
  4. saya juga khawatir nih mak. Saya sering main gadget di depan anak, takutnya dia meniru. Harus diubah nih...

    www.liza-fathia.com

    BalasHapus
  5. Baby ku kalo nangis aku kasih video nya Gyiomi dan langsung diem makk.. Aku paham, berarti itu dari kita nya sebagai orang tua yang mengenalkan mereka pada gadget. Dan itu gak mendidik. Sekarang aku pakai cara mainan traditional..

    Http://beautyasti1.blogspot.com

    BalasHapus
  6. kayanya anak jaman skarang ga ada yg nggak melek gadget ya mak. anakku juga kalo ga dibatesin bisa betah berjam-jam makanya sekarang aku batesin sehari cukup 1 jam aja main tab nya

    BalasHapus
  7. Anak-anak hanya boleh pegang gadgets weekend aja mak.. Selebihnya sekolah dan beraktifitas saja.. Memang disiplin paling susah yaa

    BalasHapus
  8. adik saya sejak dibelikan gadget mulai gak nurut sama kakaknya sekarang lebih mentingin bales bbm dibanding harus sholat,,,,, mungkin ini tanda akhir zaman,,,

    BalasHapus