Minggu, 20 September 2015

Jangan Biarkan Anak Bawa Motor Sendiri

Ada banyak cara mewujudkan rasa kasih sayang kepada buah hati. Menuruti sebagian permintaannya, memberikan kado disaat buah hati mendapatkan nilai bagus di sekolah, dan masih banyak lagi. Namun ada sesuatu yang salah, yang akhir-akhir ini telah menjadi sebuah kebiasaan di masyarakat. Salah satunya adalah memberikan kebebasan buah hati untuk mengendarai motor.
sumber: www.selasar.com

Barangkali jika si anak telah cukup umur tentunya tidak akan menjadi masalah. Akan tetapi pemandangan yang memprihatinkan saat ini adalah para orang tua telah mengajari anak-anaknya untuk membawa motor, meski anak tersebut masih duduk di bangku SD atau SMP.  Seolah para orang tua merasa bangga bila melihat anaknya yang masih belum cukup umur sudah lihai membawa motor di jalan raya.

Memang saat ini keberadaan motor matic bak jamur tumbuh di musim hujan. Berbagai brand motor ternama, sebut saja Honda, Yamaha, Suzuki dan sebagainya berlomba-lomba menciptakan model motor matic dengan harga yang bersaing. Dari bodinya terlihat kecil dan ringan, sudah barang tentu anak-anak yang berotot besar mampu membawanya. Tapi bukankah anak-anak itu belum cukup umur untuk mengendarainya?

Saya miris melihat seorang anak SD yang memboncengkan adiknya dengan motor matic. Lalu...entah melamun atau bagaimana tiba-tiba motornya oleng dan menabrak pohon besar. Demikian juga dengan kejadian yang saya lihat kemarin sore. Saya melihat sebuah pemandangan dimana ada orang tua beserta seluruh kerabatnya tengah menggelar sembahyang di tengah jalan. (Kebetulan saya tinggal di Bali yang mayoritas umatnya beragama Hindu). Mereka mengenakan pakaian adat, lengkap dengan canang dan tirte (air suci). Lalu di tengah-tengahnya  seorang anak dengan luka memar duduk sambil diberi percikan air. Disampingnya sebuah motor yang sedikit lecet. Rupanya ditempat itulah sang anak terjatuh. Agar tidak terulang kembali kejadian serupa, mungkin orang tua dan kerabatnya menggelar ritual sembahyang di tempat kejadian perkara. Barangkali itulah makna mereka menggelar ritual tersebut.

Mungkin...ada baiknya juga ritual semacam itu dilaksanakan, artinya mereka memohon keselamatan. Namun kembali lagi kepada orang tua, kalau ia tetap membiarkan anaknya kembali membawa motor dan mengendarainya, bisa jadi musibah itu akan terulang lagi. Dan saya rasa tindakan semacam itu sangat berbahaya, bukan wujud rasa sayang orang tua kepada anaknya. Malah sebaliknya, mencelakakan anak sendiri, bahkan orang lain.

Saya sempat membaca himbauan dari kepolisian agar orang tua tidak membiarkan anaknya yang masih SD atau SMP membawa motor sendiri di jalan raya, apalagi tidak memakai helm, berboncengan lebih dari dua, serta kebut-kebutan. Hendaknya, dari pihak kepolisian sendiri janganlah hanya sekedar menghimbau atau mengedarkan selebaran saja. Tindakan nyata dengan turun ke jalan raya, mengadakan operasi ketertiban berkendara, itupun juga perlu.

Sementara bagi orang tua, jangan hanya memandang sebelah mata. Mungkin mereka beranggapan, anak laki-laki harus pandai membawa motor sejak kecil, atau barangkali mereka menyekolahkan anaknya jauh dari rumah, yang tidak bisa dijangkau dengan jalan kaki atau sepeda kayuh. Satu-satunya cara hanyalah membiarkan anaknya pergi ke sekolah dengan membawa motor sendiri. Kenapa kok tidak diantar? Dengan alasan orang tua sibuk.

Helo...bapak dan ibu....sesibuknya kita, ayolah kita luangkan waktu sejenak untuk peduli kepada buah hati. Antar jemput anak sekolah bukan berarti akan membawa anak menuju pribadi yang manja atau tidak mandiri lho. Justru, ketika kita sebagai orang tua dengan ikhlas mengantar anak ke sekolah, ke tempat les, itulah wujud rasa sayang kita kepadanya. Ini bila anak kita masih duduk di bangku SD atau SMP.

Anak-anak itu meski sudah bisa bawa motor sendiri, namun jiwa mereka masih labil. Emosinya naik turun. Mereka suka berbuat sesuatu tanpa mempertimbangkan akibat buruknya. Selain itu mereka juga belum cukup umur untuk mempunyai Surat Ijin Mengemudi (SIM). Salah satu cara agar anak-anak itu tidak sembarangan berkendara di jalan raya, tentunya berangkat dari lingkungan keluarga. Kalau orang tua tidak mengajari anak membawa motor, serta memberikan pengertian berbagai efek buruk dan akibat negatif bila mengendara belum cukup umur, saya yakin sang anak akan memahaminya serta mengurungkan niatnya untuk belajar mengendarai motor.

Yuk kita sama-sama ubah cara pandang kita sebagai orang tua. Mewujudkan rasa kasih sayang kepada buah hati secara benar.  Karena mengizinkan buah hati membawa dan mengendarai motor di jalan raya, bukanlah wujud kasih sayang orang tua yang benar.  Memang, tak ada yang pernah meminta akan datangnya musibah, seandainya musibah itu terjadi pada buah hati kita, siapa yang akan sedih? Sebelum kita menyesali atas apa yang telah terjadi, marilah kita luangkan waktu untuk memberikan kasih sayang yang benar kepada anak kita.


8 komentar:

  1. Yang seperti ini menurut saya karena kurang adanya pemahaman akan keselamatan berkendara di tiap-tiap keluarga. Kalau kesadaran keselamatan berkendara meningkat, adegan yang seperti ini pasti tidak akan lagi kita jumpai. Ya, tinggal bagaimana mencari cara yang tepat agar kesadaran keselamatan berkendara meningkat bagi tiap keluarga.

    BalasHapus
  2. Iya mak, sy jg sebel anak2 yg ga cukup umur yg emosinya masih meledak2 bawa motor. Mereka ga peduli kesepakatan diri sendiri Dan pengguna jalan lainnya *kzl

    BalasHapus
  3. Mudahnya kredit motor dan kurang tegas aparat polantas serta permisivenya orang tua megakibatkan anak-anak pada naik sepeda motor bahkan mobil. Sebenarnya banyak yang melanggar antara lain :,tidak mempunyai SIM, tidak memakai helm pengaman, boncengan lebih dari satu, dll. Ini memprihatinkan karena membahayakan keselamatannya maupun keselamatan pengguna jalan yang lain.

    Salam hangat dari Jombang

    BalasHapus
  4. Sebagian ortu justru "mewajibkan" anaknya yg masih dibawah umur utk bisa mengendarai motor dan bebas kemana saja.

    BalasHapus
  5. Sebagian ortu justru "mewajibkan" anaknya yg masih dibawah umur utk bisa mengendarai motor dan bebas kemana saja.

    BalasHapus
  6. Saya juga sama miris Mba.. tapi ketika saya menegur yang ada malah saya yg disalahkan.. mereka menganggap itu bukan urusan saya, jadi saya ga usah ikut campur... hadeehhh...

    BalasHapus
  7. Sering saya lihat yang begini mba. Kuncinya emang ada pada orangtua, terlalu permisif jadi abai akan hal penting yaitu keselamatan berkendara.

    BalasHapus
  8. Beberapa bulan lalu, anak tetangga kecelakaan bawa motor (masih SMP). Luka parah sampai mengalami cedera pada organ dalamnya. Saya pikir, pasti ortunya bakalkapok dan gak ngijinin lagi si anak bawa motor. ternyata saya salah.

    BalasHapus