Ada banyak cara mewujudkan rasa kasih sayang kepada buah
hati. Menuruti sebagian permintaannya, memberikan kado disaat buah hati
mendapatkan nilai bagus di sekolah, dan masih banyak lagi. Namun ada sesuatu
yang salah, yang akhir-akhir ini telah menjadi sebuah kebiasaan di masyarakat. Salah
satunya adalah memberikan kebebasan buah hati untuk mengendarai motor.
sumber: |
Barangkali jika si anak telah cukup umur tentunya tidak akan
menjadi masalah. Akan tetapi pemandangan yang memprihatinkan saat ini adalah
para orang tua telah mengajari anak-anaknya untuk membawa motor, meski anak
tersebut masih duduk di bangku SD atau SMP.
Seolah para orang tua merasa bangga bila melihat anaknya yang masih
belum cukup umur sudah lihai membawa motor di jalan raya.
Memang saat ini keberadaan motor matic bak jamur tumbuh di
musim hujan. Berbagai brand motor ternama, sebut saja Honda, Yamaha, Suzuki dan
sebagainya berlomba-lomba menciptakan model motor matic dengan harga yang
bersaing. Dari bodinya terlihat kecil dan ringan, sudah barang tentu anak-anak
yang berotot besar mampu membawanya. Tapi bukankah anak-anak itu belum cukup
umur untuk mengendarainya?
Saya miris melihat seorang anak SD yang memboncengkan
adiknya dengan motor matic. Lalu...entah melamun atau bagaimana tiba-tiba
motornya oleng dan menabrak pohon besar. Demikian juga dengan kejadian yang
saya lihat kemarin sore. Saya melihat sebuah pemandangan dimana ada orang tua
beserta seluruh kerabatnya tengah menggelar sembahyang di tengah jalan.
(Kebetulan saya tinggal di Bali yang mayoritas umatnya beragama Hindu). Mereka mengenakan
pakaian adat, lengkap dengan canang dan tirte (air suci). Lalu di tengah-tengahnya
seorang anak dengan luka memar duduk
sambil diberi percikan air. Disampingnya sebuah motor yang sedikit lecet. Rupanya
ditempat itulah sang anak terjatuh. Agar tidak terulang kembali kejadian
serupa, mungkin orang tua dan kerabatnya menggelar ritual sembahyang di tempat
kejadian perkara. Barangkali itulah makna mereka menggelar ritual tersebut.
Mungkin...ada baiknya juga ritual semacam itu dilaksanakan,
artinya mereka memohon keselamatan. Namun kembali lagi kepada orang tua, kalau
ia tetap membiarkan anaknya kembali membawa motor dan mengendarainya, bisa jadi
musibah itu akan terulang lagi. Dan saya rasa tindakan semacam itu sangat
berbahaya, bukan wujud rasa sayang orang tua kepada anaknya. Malah sebaliknya,
mencelakakan anak sendiri, bahkan orang lain.
Saya sempat membaca himbauan dari kepolisian agar orang tua
tidak membiarkan anaknya yang masih SD atau SMP membawa motor sendiri di jalan
raya, apalagi tidak memakai helm, berboncengan lebih dari dua, serta
kebut-kebutan. Hendaknya, dari pihak kepolisian sendiri janganlah hanya sekedar
menghimbau atau mengedarkan selebaran saja. Tindakan nyata dengan turun ke
jalan raya, mengadakan operasi ketertiban berkendara, itupun juga perlu.
Sementara bagi orang tua, jangan hanya memandang sebelah
mata. Mungkin mereka beranggapan, anak laki-laki harus pandai membawa motor
sejak kecil, atau barangkali mereka menyekolahkan anaknya jauh dari rumah, yang
tidak bisa dijangkau dengan jalan kaki atau sepeda kayuh. Satu-satunya cara
hanyalah membiarkan anaknya pergi ke sekolah dengan membawa motor sendiri. Kenapa
kok tidak diantar? Dengan alasan orang tua sibuk.
Helo...bapak dan ibu....sesibuknya kita, ayolah kita
luangkan waktu sejenak untuk peduli kepada buah hati. Antar jemput anak sekolah
bukan berarti akan membawa anak menuju pribadi yang manja atau tidak mandiri
lho. Justru, ketika kita sebagai orang tua dengan ikhlas mengantar anak ke
sekolah, ke tempat les, itulah wujud rasa sayang kita kepadanya. Ini bila anak
kita masih duduk di bangku SD atau SMP.
Anak-anak itu meski sudah bisa bawa motor sendiri, namun
jiwa mereka masih labil. Emosinya naik turun. Mereka suka berbuat sesuatu tanpa
mempertimbangkan akibat buruknya. Selain itu mereka juga belum cukup umur untuk
mempunyai Surat Ijin Mengemudi (SIM). Salah satu cara agar anak-anak itu tidak
sembarangan berkendara di jalan raya, tentunya berangkat dari lingkungan
keluarga. Kalau orang tua tidak mengajari anak membawa motor, serta memberikan
pengertian berbagai efek buruk dan akibat negatif bila mengendara belum cukup
umur, saya yakin sang anak akan memahaminya serta mengurungkan niatnya untuk
belajar mengendarai motor.
Yuk kita sama-sama ubah cara pandang kita sebagai orang tua.
Mewujudkan rasa kasih sayang kepada buah hati secara benar. Karena mengizinkan buah hati membawa dan
mengendarai motor di jalan raya, bukanlah wujud kasih sayang orang tua yang
benar. Memang, tak ada yang pernah
meminta akan datangnya musibah, seandainya musibah itu terjadi pada buah hati
kita, siapa yang akan sedih? Sebelum kita menyesali atas apa yang telah
terjadi, marilah kita luangkan waktu untuk memberikan kasih sayang yang benar
kepada anak kita.
Yang seperti ini menurut saya karena kurang adanya pemahaman akan keselamatan berkendara di tiap-tiap keluarga. Kalau kesadaran keselamatan berkendara meningkat, adegan yang seperti ini pasti tidak akan lagi kita jumpai. Ya, tinggal bagaimana mencari cara yang tepat agar kesadaran keselamatan berkendara meningkat bagi tiap keluarga.
BalasHapusIya mak, sy jg sebel anak2 yg ga cukup umur yg emosinya masih meledak2 bawa motor. Mereka ga peduli kesepakatan diri sendiri Dan pengguna jalan lainnya *kzl
BalasHapusMudahnya kredit motor dan kurang tegas aparat polantas serta permisivenya orang tua megakibatkan anak-anak pada naik sepeda motor bahkan mobil. Sebenarnya banyak yang melanggar antara lain :,tidak mempunyai SIM, tidak memakai helm pengaman, boncengan lebih dari satu, dll. Ini memprihatinkan karena membahayakan keselamatannya maupun keselamatan pengguna jalan yang lain.
BalasHapusSalam hangat dari Jombang
Sebagian ortu justru "mewajibkan" anaknya yg masih dibawah umur utk bisa mengendarai motor dan bebas kemana saja.
BalasHapusSebagian ortu justru "mewajibkan" anaknya yg masih dibawah umur utk bisa mengendarai motor dan bebas kemana saja.
BalasHapusSaya juga sama miris Mba.. tapi ketika saya menegur yang ada malah saya yg disalahkan.. mereka menganggap itu bukan urusan saya, jadi saya ga usah ikut campur... hadeehhh...
BalasHapusSering saya lihat yang begini mba. Kuncinya emang ada pada orangtua, terlalu permisif jadi abai akan hal penting yaitu keselamatan berkendara.
BalasHapusBeberapa bulan lalu, anak tetangga kecelakaan bawa motor (masih SMP). Luka parah sampai mengalami cedera pada organ dalamnya. Saya pikir, pasti ortunya bakalkapok dan gak ngijinin lagi si anak bawa motor. ternyata saya salah.
BalasHapus